Kamis, 19 Juli 2012

Makna Sebuah Titipan

( WS Rendra )

Seringkali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus ku lakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?

Ketika diminta kembali, ku sebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kesebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita
Ketika aku berdo’a, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan ku tolak sakit, ku tolak kemiskinan,
seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknya lah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Ku minta dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari ku ucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar